Sabtu, 20 Oktober 2012

Bahasa Daerah Terancam Punah??


 Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
            Ikrar tersebut diketahui bersama sebagai salah satu ikrar Sumpah Pemuda yang bertujuan mempersatukan Nusantara dengan sebuah bahasa nasional, yakni Bahasa Indonesia (melayu). Hasilnya, nasionalisasi Bahasa Indonesia ke seluruh pelosok Bumi Pertiwi dalam beberapa dekade nyatanya sukses dan membanggakan. Pengaruh bahasa Belanda pun “pupus” dalam waktu tidak terlalu lama seiring peralihan generasi, meskipun masih terdapat kosa kata bahasa Belanda yang teradopsi.
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi nasional terus-menerus berproses hingga  merambah ke pedalaman bahkan “merangsek” ke dalam lingkup keluarga. Sebagai konsekuensinya, trend pemakaian bahasa daerah pada masing-masing komunitas maupun keluarga makin minim serta tersubtitusi Bahasa Indonesia. Transformasi Bahasa Indonesia yang dominan dan simultan tidak dibarengi dengan sosialisasi bahasa daerah pada setiap individu.
Dampak nyata dari fenomena yang ada ialah bahasa-bahasa daerah terancam punah. Menurut informasi dari Kepala Balai Bahasa Pusat Kemendikbud bahwasanya ratusan ragam bahasa daerah di Tanah Air, 139 di antaranya terancam punah. Bahkan, tercatat 15 bahasa daerah telah punah. Ke-139 bahasa daerah yang terancam punah di antaranya adalah 22 bahasa daerah di Maluku, 67 bahasa di Kepulauan Halmahera, 36 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Sumbawa, dan 2 bahasa di Sumatera.
Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berpendapat hanya 10 persen saja bahasa daerah yang akan tetap bertahan dan hal tersebut senada dengan hasil penelitian sebuah lembaga kajian bahasa internasional yang menyebutkan 90 persen dari 6.500 bahasa di dunia akan hilang.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk melestarikan keberadaan bahasa di tanah air, di antaranya dengan kebijakan yang diatur dalam UU 24/2009 tentang mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Hanya saja, peran aktif masyarakat menjadi aspek paling signifikan dalam upaya mempertahankan esensi dan eksistensi serta pelestarian bahasa daerah yang ada sebagai salah satu kekayaan Nusantara disamping dibutuhkan pula adanya peraturan daerah terkait perlindungan terhadap bahasa daerah.
Bahasa sebagai media komunikasi berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Kita patut berbangga mempunyai bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara yang bagus, baik, dan mempunyai kaidah penggunaannya. Di sisi lain, jangan pula melupakan akar budaya kita masing-masing. Bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya akan kehilangan identitas dan keunikannya jika bahasa daerah yang merupakan salah satu kekayaan suku bangsa di Indonesia punah dan menghilang. Perlu dipahami hakikat dari Bahasa Indonesia untuk mempersatukan dan Bahasa Daerah yang memperkaya serta menampakkan ke-Indonesiaan kita.
Juhantika Anggraeni

Sikap Ilmiah


Sikap Ilmiah, Ciri-ciri sikap Ilmiah, Contoh Sikap Ilmiah
A.    Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan.
3 Kompenen Sikap :  Komponen kognitif, afektif dan tingkah laku.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek.
Menurut Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa :”Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan.
Sikap Ilmiah : sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya untuk mempelajari meneruskan, menolak atau menerima serta merubah atau menambah suatu ilmu.
Enam macam sikap ilmiah menurut Prof Harsojo :
1.       Obyektivitas , dalam peninjauan yang penting adalah obyeknya
2.      Sikap serba relatif , ilmu tidak mempunyai maksud mencari kebenaran mutlak ilmu berdasarkan kebenaran-kebenaran ilmiah atas beberapa postulat, secara
priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori dalam ilmu
sering untuk mematahkan teori yang lain
3.      Sikap skeptis, adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan
yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya
4.      Kesabaran intelektual , sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah
pada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah , karena memang belum
selesainya dan cukup lengkapnya hasil dari penelitian , adalah sikap seorang
ilmuwan
5.      Kesederhanaan, adalah sikap cara berfikir, menyatakan, dan membuktikan
6.      Sikap tidak memihak pada etik
7.      Diederich mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut :
1. Selalu meragukan sesuatu.
2. Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
3. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
4. T e k u n.
5. Suka pada sesuatu yang baru.
6. Mudah mengubah pendapat atau opini.
7. Loyal etrhadap kebenaran.
8. Objektif
9. Enggan mempercayai takhyul.
10. Menyukai penjelasan ilmiah.
11. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
12. Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
13. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
14. Menyadari perlunya asumsi.
15. Pendapatnya bersifat fundamental.
16. Menghargai struktur teoritis
17. Menghargai kuantifikasi
19. Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
20. Dapat menerima pengertian generalisasi
8.      Sikap ilmiah harus dimiliki seorang peneliti, adalah sebagai berikut :
1.  Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
     Seorang peneliti harus selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap objek yang terdapat di lingkungannya (peduli terhadap lingkungannya).
2.  Jujur
     Seorang peneliti harus dapat menerima apa pun hasil penelitiannya, dan tidak boleh mengubah data hasil penelitiannya.
3.  Objektif
     Seorang peneliti dalam mengemukakan hasil penelitiannya tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan pribadinya, tetapi harus berdasarkan kenyataan (fakta) yang ada.
4.  Berpikir secara Terbuka
     Seorang peneliti mau menerima kritik dari orang lain, dan mendengarkan pendapat orang lain.
5.  Memiliki Kepedulian
     Seorang peneliti mau mengubah pandangannya ketika menemukan bukti yang baru.
6. Teliti
    Seorang peneliti dalam melakukan penelitian harus teliti dan tidak boleh melakukan kesalahan, karena dapat mempengaruhi hasil penelitiannya.
7.  Tekun
     Seorang peneliti harus tekun dan tidak mudah putus asa jika menghadapi masalah dalam penelitiannya.
8.  Berani dan Santun
     Seorang peneliti harus berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi.
B. Ciri-ciri Sikap Ilmiah
Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo (1985 :31-34) yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah dan merupakan ciri-ciri sikap Ilmiah, antara lain :
a. Sikap ingin tahu : apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya,maka ia beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiea; kebiasaan menggunakan alat indera  sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen.
b. Sikap kritis :  Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti – bukti pada waktu menarik kesimpulan;  Tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
c. Sikap obyektif : Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek.
d. Sikap ingin menemukan :  Selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya.
Sikap menghargai karya orang lain, Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain.
e. Sikap tekun : Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan tidak akan berhenti melakukan kegiatan –kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.
f. Sikap terbuka : Bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif terhadap pendapatnya.
Ciri-Ciri Sikap Ilmiah lain menyatakan bahwa sebagai berikut :
• Keinginan mengetahui dan memahami.
• Kecondongan bertanya mengenai semua hal
• Kecondongan mencari data dan makna
• Kecondongan menuntut suatu pengujian
• Kecondongan memeriksa pangkal pikir,
• menyelidiki kesalahan atau kebenaran, dan kesimpulan logis.
• Penghargaan terliadap logika
C.    Contoh Sikap Ilmiah :
1.       Yang sudah dikenal guru-guru kelompok mata pelajaran IPA tapi belum optimal dikembangka antara lain meliputi : Sikap jujur,terbuka, luwes, tekun, logis, kritis, kratif.
2.      Selain itu beberapa sikap ilmiah yang lebih khas dan nampaknya masih asing bagi guru antara lain meliputi : curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), Critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan)

Rabu, 17 Oktober 2012

Kontribusi Jadi Bakti




“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah sedangkan perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” (Bung Karno)
            Melawan bangsa sendiri, itulah perjuangan kita. Kata-kata tersebut tidak bisa diartikan secara sempit layaknya anak baru belajar mengeja tiap bagian dari kata. Interpretasinya adalah perjuangan melawan segala bentuk keterpurukan negeri ini. Perlu digaris bawahi bahwa yang harus dilawan adalah segala bentuk bukan satu bentuk. Segala sesuatu apa pun itu jenisnnya, apa pun sebabnya, apa pun akibatnya, apa pun faktornya, ketika itu berakibat pada kemunduran bangsa dan keterpurukan negeri, maka harus dilawan.
            Ada sebuah bentuk pangandaian klasik yang mungkin berkali-kali disampaikan dalam banyak kesempatan. Pengandaian yang mungkin bosan mendengar atau membacanya. Yah, bosan untuk mendengar atau membacanya bukan untuk memahaminya. Jadi, yang harus dilakukan saat ini adalah memahami bukan mendengar atau membaca. Pengandaian ini tentang lidi. Sebuah lidi tentu saja akan mudah patah jika kita menghendakinya untuk patah. Mudah juga dibuang karena tidak ada fungsinya. Tapi ketika satu demi satu lidi disatukan menjadi kesatuan lidi yang banyak, akan lain ceritanya. Lidi yang disatukan tidak akan mudah dipatahkan. Kesatuan lidi juga lebih punya banyak fungsi, lebih bermanfaat, dan bernilai guna.
            Jika diaplikasikan dalam kehidupan riil, pengandaian tersebut dapat diartikan bahwa apabila kita bersatu, kita tidak mudah dipatahkan dan dapat bersama-sama memberi kontribusi. Itulah yang diharapkan dari adanya persatuan dan kesatuan terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Lalu dimana posisi kita? Apa peran kita? Apa yang sudah dan harus kita lakukan? Bisakah kita turut serta memberi andil dalam harapan adanya persatuan dan kesatuan bangsa dewasa ini? Andil yang bagaimana?
            Sebagai seseorang yang diberi “gelar” mahasiswa, harusnya mudah untuk kita memposisikan diri. Proklamator negeri ini juga pernah mengatakan, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan ku ubah dunia.” Tentu saja bukan pemuda biasa yang dimaksudkan. Pemuda yang punya semangat, motivasi, intelektualitas, sensitifitas terhadap lingkungan, dan progresifitas dalam segala hal yang mampu mengubah dunia. Itulah sebagaimana mestinya mahasiswa. Sebagai individu yang diberi kesempatan lebih untuk mencari ilmu, mengembangkan pola pikir, bersosialisasi dengan lingkungan akademisi, dan berbagai fasilitas pendukung potensi diri, menjadi pemuda pencetus perubahan adalah harapan yang realistis.
            Masih sulit juga menentukan bagaimana harusnya peran kita? untuk apa julukan iron stock, agent of change, dan social control disematkan kepada kita? pantaskah? Berkaca pada berbagai fenomena yang terkait dengan mahasiswa, julukan-julukan yang demikian perlulah dikaji ulang. Social control yang anarkis, agent of change ke arah mana?, dan iron stock yang tanpa moral dan kualitas. Peran apa yang diharapkan dari mahasiswa model begini? Apa tidak lebih baik mereka diam saja dan tidak berbuat ulah?
            Tidak. Mahasiswa tidak boleh diam saja. Mahasiswa adalah bagian penting dari negeri ini. Calon-calon penerus estafet kepemimpinan negeri. Kaum intelek yang ditunggu pemikiran dan kebijakan-kebijakannya untuk mengatasi kisruh problematika negeri yang seolah tanpa akhir, masalah-masalah yang berkesinambungan satu dengan yang lainnya, serta dinamika masyarakat yang juga tidak usai mengukir polemik.
            Jelas sudah, amanah negeri yang menunggu dengan segera peran dan kontribusi kita amat banyak. Memperbaiki kualitas terutama moral menjadi hal yang signifikan. Tidak terkecuali amanah terkait peran kita dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini.
            Ada banyak tantangan mengingat dewasa ini berbagai permasalahan bangsa menjadi lebih kompleks. Peran yang harus dijalankan juga tidak mudah, menyatukan bangsa Indonesia dimana ada berjuta individu dengan karakter masing-masing. Dan mahasiswa, dengan pergerakan-pergerakannya selama ini, turut mengambil bagian dalam usaha tersebut. Melalui banyak kegiatan yang sudah terlaksana maupun yang masih dalam tahap perencanaan, mahasiswa mencoba membuktikan eksistensi diri sebagai bagian krusial dari bangsa.
            Kegiatan-kegiatan bertema nasionalisme sangat tepat jika yang menjadi fokus utama adalah persatuan dan kesatuan bangsa. Tema sosial, kemanusiaan, dan lingkungan juga mampu menciptakan adanya solidaritas yang berujung pada toleransi untuk menekan ego masing-masing demi kebaikan bersama serta penyatuan pikiran untuk tujuan yang sama.
            Selama ini, mahasiswa dikenal sebagai penyalur lidah rakyat. Sosok yang senantiasa pro pada rakyat dan independen. Tidak ada kepentingan terselubung dibalik setiap aktivitasnya kecuali benar-benar memperjuangkan kebenaran. Transparan dan keterbukaan menjadi pola pikir. Tidak ada yang boleh ditutupi, yang benar harus tetap benar. Tidak boleh ada pembelokan fakta, tidak boleh ada modus demi kepentingan oknum tertentu. Komitmen dan integritas satu sama lain amat dijunjung tinggi. Kritis dalam menanggapi fenomena masyarakat dan negara. Mampukah kita mempertahankan citra yang demikian? Bukan citra yang harus dipertahankan. Bukan image yang harus ditonjolkan. Anggap saja, citra hanya sebagai dorongan untuk terus melakukan yang terbaik dan menerapkan semua konsep diri sebagai mahasiswa yang semestinya.
            Perpecahan dalam berbagai aspek dimasyarakat, semakin mengkhawatirkan. Isu-isu terkait suku, agama, dan ras kian meluas. Keberagaman terkadang membawa berbagai keunikan masing-masing yang menarik tapi masalah yang timbul juga tidak sepele. Perang antar suku di daerah-daerah seolah menjadi budaya baru di negeri ini. Sudahkah rakyat Indonesia melupakan kebhinnekaannya yang tunggal ika? Atau lupa dengan sila ke 3 dasar negara?
            Inilah kesempatan kita wahai mahasiswa. Wahai kaum-kaum intelek, inilah yang harus kita pikirkan. Wahai sunrise generation, bangun dan segeralah sadar. Kesempatan untuk berperan dan berkontribusi menunggu kita. Kesempatan untuk menyampaikan gagasan, ide, dan pemikiran-pemikiran. Kesempatan untuk aktif mengambil bagian dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa ditengah kompleksitas masalah yang dialami bumi pertiwi dewasa ini. Sudah waktunya kita buktikan keberadaan kita sebagai anak bangsa. Sudah masanya kita wujudkan harapan-harapan yang disandarkan dipundak kita. Sudah tidak zamannya lagi kita berdiam diri dan hanya jadi penonton sandiwara kemunafikan oknum-oknum pembawa kehancuran bangsa. Sudah tidak pantas kita hanya memikirkan bagaimana cara memperoleh nilai tinggi tanpa mengamalkan ilmu dan tenaga kita bagi Indonesia tercinta. Wahai mahasiswa, sudah saatnya kita berkontribusi demi bakti pada bumi pertiwi.