Rabu, 17 Oktober 2012

Kontribusi Jadi Bakti




“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah sedangkan perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” (Bung Karno)
            Melawan bangsa sendiri, itulah perjuangan kita. Kata-kata tersebut tidak bisa diartikan secara sempit layaknya anak baru belajar mengeja tiap bagian dari kata. Interpretasinya adalah perjuangan melawan segala bentuk keterpurukan negeri ini. Perlu digaris bawahi bahwa yang harus dilawan adalah segala bentuk bukan satu bentuk. Segala sesuatu apa pun itu jenisnnya, apa pun sebabnya, apa pun akibatnya, apa pun faktornya, ketika itu berakibat pada kemunduran bangsa dan keterpurukan negeri, maka harus dilawan.
            Ada sebuah bentuk pangandaian klasik yang mungkin berkali-kali disampaikan dalam banyak kesempatan. Pengandaian yang mungkin bosan mendengar atau membacanya. Yah, bosan untuk mendengar atau membacanya bukan untuk memahaminya. Jadi, yang harus dilakukan saat ini adalah memahami bukan mendengar atau membaca. Pengandaian ini tentang lidi. Sebuah lidi tentu saja akan mudah patah jika kita menghendakinya untuk patah. Mudah juga dibuang karena tidak ada fungsinya. Tapi ketika satu demi satu lidi disatukan menjadi kesatuan lidi yang banyak, akan lain ceritanya. Lidi yang disatukan tidak akan mudah dipatahkan. Kesatuan lidi juga lebih punya banyak fungsi, lebih bermanfaat, dan bernilai guna.
            Jika diaplikasikan dalam kehidupan riil, pengandaian tersebut dapat diartikan bahwa apabila kita bersatu, kita tidak mudah dipatahkan dan dapat bersama-sama memberi kontribusi. Itulah yang diharapkan dari adanya persatuan dan kesatuan terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Lalu dimana posisi kita? Apa peran kita? Apa yang sudah dan harus kita lakukan? Bisakah kita turut serta memberi andil dalam harapan adanya persatuan dan kesatuan bangsa dewasa ini? Andil yang bagaimana?
            Sebagai seseorang yang diberi “gelar” mahasiswa, harusnya mudah untuk kita memposisikan diri. Proklamator negeri ini juga pernah mengatakan, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan ku ubah dunia.” Tentu saja bukan pemuda biasa yang dimaksudkan. Pemuda yang punya semangat, motivasi, intelektualitas, sensitifitas terhadap lingkungan, dan progresifitas dalam segala hal yang mampu mengubah dunia. Itulah sebagaimana mestinya mahasiswa. Sebagai individu yang diberi kesempatan lebih untuk mencari ilmu, mengembangkan pola pikir, bersosialisasi dengan lingkungan akademisi, dan berbagai fasilitas pendukung potensi diri, menjadi pemuda pencetus perubahan adalah harapan yang realistis.
            Masih sulit juga menentukan bagaimana harusnya peran kita? untuk apa julukan iron stock, agent of change, dan social control disematkan kepada kita? pantaskah? Berkaca pada berbagai fenomena yang terkait dengan mahasiswa, julukan-julukan yang demikian perlulah dikaji ulang. Social control yang anarkis, agent of change ke arah mana?, dan iron stock yang tanpa moral dan kualitas. Peran apa yang diharapkan dari mahasiswa model begini? Apa tidak lebih baik mereka diam saja dan tidak berbuat ulah?
            Tidak. Mahasiswa tidak boleh diam saja. Mahasiswa adalah bagian penting dari negeri ini. Calon-calon penerus estafet kepemimpinan negeri. Kaum intelek yang ditunggu pemikiran dan kebijakan-kebijakannya untuk mengatasi kisruh problematika negeri yang seolah tanpa akhir, masalah-masalah yang berkesinambungan satu dengan yang lainnya, serta dinamika masyarakat yang juga tidak usai mengukir polemik.
            Jelas sudah, amanah negeri yang menunggu dengan segera peran dan kontribusi kita amat banyak. Memperbaiki kualitas terutama moral menjadi hal yang signifikan. Tidak terkecuali amanah terkait peran kita dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini.
            Ada banyak tantangan mengingat dewasa ini berbagai permasalahan bangsa menjadi lebih kompleks. Peran yang harus dijalankan juga tidak mudah, menyatukan bangsa Indonesia dimana ada berjuta individu dengan karakter masing-masing. Dan mahasiswa, dengan pergerakan-pergerakannya selama ini, turut mengambil bagian dalam usaha tersebut. Melalui banyak kegiatan yang sudah terlaksana maupun yang masih dalam tahap perencanaan, mahasiswa mencoba membuktikan eksistensi diri sebagai bagian krusial dari bangsa.
            Kegiatan-kegiatan bertema nasionalisme sangat tepat jika yang menjadi fokus utama adalah persatuan dan kesatuan bangsa. Tema sosial, kemanusiaan, dan lingkungan juga mampu menciptakan adanya solidaritas yang berujung pada toleransi untuk menekan ego masing-masing demi kebaikan bersama serta penyatuan pikiran untuk tujuan yang sama.
            Selama ini, mahasiswa dikenal sebagai penyalur lidah rakyat. Sosok yang senantiasa pro pada rakyat dan independen. Tidak ada kepentingan terselubung dibalik setiap aktivitasnya kecuali benar-benar memperjuangkan kebenaran. Transparan dan keterbukaan menjadi pola pikir. Tidak ada yang boleh ditutupi, yang benar harus tetap benar. Tidak boleh ada pembelokan fakta, tidak boleh ada modus demi kepentingan oknum tertentu. Komitmen dan integritas satu sama lain amat dijunjung tinggi. Kritis dalam menanggapi fenomena masyarakat dan negara. Mampukah kita mempertahankan citra yang demikian? Bukan citra yang harus dipertahankan. Bukan image yang harus ditonjolkan. Anggap saja, citra hanya sebagai dorongan untuk terus melakukan yang terbaik dan menerapkan semua konsep diri sebagai mahasiswa yang semestinya.
            Perpecahan dalam berbagai aspek dimasyarakat, semakin mengkhawatirkan. Isu-isu terkait suku, agama, dan ras kian meluas. Keberagaman terkadang membawa berbagai keunikan masing-masing yang menarik tapi masalah yang timbul juga tidak sepele. Perang antar suku di daerah-daerah seolah menjadi budaya baru di negeri ini. Sudahkah rakyat Indonesia melupakan kebhinnekaannya yang tunggal ika? Atau lupa dengan sila ke 3 dasar negara?
            Inilah kesempatan kita wahai mahasiswa. Wahai kaum-kaum intelek, inilah yang harus kita pikirkan. Wahai sunrise generation, bangun dan segeralah sadar. Kesempatan untuk berperan dan berkontribusi menunggu kita. Kesempatan untuk menyampaikan gagasan, ide, dan pemikiran-pemikiran. Kesempatan untuk aktif mengambil bagian dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa ditengah kompleksitas masalah yang dialami bumi pertiwi dewasa ini. Sudah waktunya kita buktikan keberadaan kita sebagai anak bangsa. Sudah masanya kita wujudkan harapan-harapan yang disandarkan dipundak kita. Sudah tidak zamannya lagi kita berdiam diri dan hanya jadi penonton sandiwara kemunafikan oknum-oknum pembawa kehancuran bangsa. Sudah tidak pantas kita hanya memikirkan bagaimana cara memperoleh nilai tinggi tanpa mengamalkan ilmu dan tenaga kita bagi Indonesia tercinta. Wahai mahasiswa, sudah saatnya kita berkontribusi demi bakti pada bumi pertiwi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar